Minggu, 10 Desember 2017

HAUNTED Part 2


Sinopsis : 
Semua berawal ketika mereka iseng-iseng adu nyali di sebuah rumah angker. Tanpa mereka tahu, petaka sudah menunggu mereka di dalam sana. Apakah mereka bisa selamat atau malah berakhir tragis?
Penulis Cerita : Michan Toby
SEMUA PART TERSEDIA

PRANG

Suara pecahan kaca terdengar jelas. Elsya kembali membobok kaca jendela itu dengan senternya sampai habis. Hingga rentettan pecahan kaca terus berkelanjutan. Sementara itu bulu kudukku meremang, telingaku mendengar langkah sesuatu yg mendekat.

Aku menyorotkan senterku ke seluruh ruangan. Jantungku rasanya mau copot. Seluruh badanku bergetar, sesosok makhluk sedang merangkak semakin dekat. Tangan dan kakinya kurus. Rambutnya panjang menjuntai. Mukanya pucat dan hancur.                         

"Tuhan ya Tuhan!! Sya cepet!!" Teriakku panik.

"Aaaaa... Ocha tolong!!!"

"TITAAAA!!! " teriakku dan Elsya bersamaan saat tubuh Tita terseret jauh..

Hujan rintik-rintik mulai turun membasahi gundukkan tanah merah dengan helaian kelopak bunga yg masih segar. Sebuah nisan tertancap disana menjadi saksi bisu perpisahan antara hidup dan kematian. Suara isak tangis dan doa menjadi pengiring kepergian seseorang untuk selama-lamanya.

Masih ingat dibenakku, bagaimana ekspresi wajahnya untuk terakhir kali, saat dia berteriak ketakutan minta tolong. Sialnya, aku benar-benar tak berguna malam itu. Ingin kurutuki diri sendiri saat hantu sialan itu menyeretnya layaknya hewan, lalu menenggelamkannya kedalam sumur yg ada dirumah angker.

Dan saat kami berhasil keluar untuk minta pertolongan. Semua sudah terlambat! Tita sudah tidak bernafas lagi. Bersamaan dengan itu,  Rida pun menghilang saat aku dan Elsya meninggalkan tubuhnya yg tergeletak saat hendak menyelamatkan Tita. Sampai detik ini pun belum ada kabar Rida dimana.

Usai kejadian itu, polisi mendatangiku untuk meminta keterangan. Aku dan Elsya menceritakan semua kronologisnya. Para polisi itu malah menganggap kalau kami hanya berhalusinasi, karena terlalu shock dengan kejadian yg baru kami alami. Apakah mereka pikir bahwa yg kami katakan itu main-main?? Sungguh! Apa aku mesti berteriak agar mereka percaya. Bahwa yg kami ucapkan adalah kejadian yg sebenarnya.

"Tita sudah meninggalkan kita. Rida juga hilang. Jadi apa langkah kita selanjutnya?" Tanyaku usai selesai pemakaman.

Elsya menghela nafas berat. "Gue gak tahu, Cha. Gue juga bingung. Kita sama sekali gak punya petunjuk dimana Rida," gumamnya.

"Terus kita diem aja gituh. Gak ngelakuin apa-apa." sarkasku.

"Maksud gue gak gituh. Kalau pun kita nyari, kita mesti nyari kemana, Cha? Lebih baik kita tunggu aja dulu kabar dari polisi dulu."

"POLISI, huh??? Mereka aja gak percaya sama cerita kita. Inget ya, Sya!! semuanya gak bakalan begini kalo kamu gak ngotot buat uji nyali di rumah itu." Teriakku emosi.

"Gue tahu, gue salah!! Dan elo gak usah ngingetin gue seperti itu. Gue bakalan tanggung jawab. Sorry, Gue pulang!!"  Elsya bangkit dari duduknya dan mencangklong tasnya. Ia pergi dengan terisak.

Usai pertengkaran tadi aku benar-benar dikungkung dengan yg namamya rasa bersalah. Seharusnya aku harus bisa mengendalikan emosiku dan bersama-sama mencari jalan solusi untuk memecahkan masalah ini. Tapi dengan picik aku menyalahkannya. Dia pasti merasa lebih hancur dan tertekan atas musibah ini.

Tok. Tok. Tok

Suara ketukkan pintu membuatku tersentak. Mungkinkah itu Elsya yg datang kembali?

"Sebentar!" Teriakku.

Pandanganku menyapu arah kanan kiri saat berdiri diambang pintu. Tak ada siapapun yang  datang. Pintu pun kututup kembali. Tapi baru saja beberapa detik saja duduk, telingaku menangkap ketukkan pintu lagi.

Mulutku mendumel kesal. Sial! siapa manusia yang kurang kerjaan, dengan isengnya mengetuk pintu. Jika aku tahu orang itu siapa, aku pasti akan mengomelinya habis-habisan. Tidak tahu apa, kalau aku sedang benar-benar pusing.

"Sebentar!" kataku kesal. Lalu membukakan pintu.

Aku terkejut!  Seseorang yg tak asing kini berdiri di hadapanku. Ia masih memakai pakaian yg sama dengan malam itu. Karena terlalu senang tanpa ba bi bu lagi aku langsung memeluknya. "Kamu kemana aja sih, Da? Kita tuh nyariin kamu kemana-mana."

Rida tak menjawab. Ia  menyeringai. Entah kenapa, tatapan dan seringaiannya membuat bulu kudukku merinding. Ada sesuatu yg aneh dengannya. Tanpa berkata-kata ia maju ke arahku, secara refleks aku mundur ke belakang. Sialnya, tubuhku mentok terbentur dinding dibelakang. Tangannya yg begitu dingin terulur ke  leherku.

Aku meringis kesakitan. Cekikkannya makin kuat. Lenganku mencoba melepaskan cekalannya. Tapi cekikkannya semakin kuat dan membuatku kehabisan nafas.

"L-lpas-in... Da...." ucapku tersengal.

Bukannya melepaskan cekikannya, ia malah mencekikku lebih kuat lagi sampai-sampai tubuhku sedikit terangkat.

"Kamu dan teman-temanmu telah bermain-main denganku. Kalian mesti membayarnya," tekannya.

Lagi-lagi ia menyeringai.  Mataku membelalak. Apalagi saat sebuah pisau ada dalam genggamannya dan tepat berada di depan wajahku.

"Bagaimana bila pisau ini tertancap indah di matamu!" Ucapnya seiring pisau yg berayun tepat ke arah mataku..

Mulutku mengaduh menahan sakit, saat tubuhku terjungkal mencium dinginnya lantai. Nafasku terengah-engah disertai jantungku yg berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Keringat sebesar biji jagung bercucuran membasahi pelipis. Ekor mataku menelisik kesekeliling.

Dahiku mengerinyit bingung! Kenapa aku bisa berada didalam rumah. Bukannya tadi diluar bersama Rida?? Oh astaga mataku! Dengan refleks tanganku merabanya. Tidak sakit! Tak ada darah yg mengalir akibat tusukkan itu. Bahkan aku masih bisa melihat  jelas dengan kedua mataku. Ah, apakah tadi aku memang ketiduran sehingga aku terjatuh dari  atas sofa?

Aku menarik nafas lega. Bersyukur jika  memang itu hanya mimpi. aku bangkit lalu mendaratkan bokongku untuk duduk.  Tanganku  menyambar kaca kecil yg tergeletak di atas meja, sekedar untuk mengecek,  barangkali saja ada luka akibat insiden tadi.

Fiuhh! Kutarik nafas lega. Saat ku lihat kalau mataku baik-baik saja seperti yg kuduga. Ternyata tadi cuman ketakutanku yg tak beralasan, hanya gara-gara mimpi buruk tadi bak terasa nyata. Tapi Ouch!! Bibirku meringis menahan perih saat tanpa sengaja tanganku menyentuh kulit leher. Segera saja ku arahkan kaca yg ku pegang.

Tubuhku tersentak. Disana terpampang jelas luka akibat goresan kuku. Dahiku mengerinyit bingung. Sebenarnya tadi itu mimpi atau bukan?

Jika itu mimpi, kenapa ada luka goresan kuku di area leher? Namun jika itu bukanlah mimpi, kenapa aku berada didalam rumah?  Dan seharusnya mataku terluka. Tapi ini, lihatlah mataku baik-baik saja. Tidak ada luka akibat tusukkan ataupun goresan di area mata karena benda tajam.

Dapat kusimpulkan kalau tadi itu cuma mimpi. Toh, Rida tak mungkin melakukan hal sekeji itu padaku juga kan? Ah tentu saja tidak mungkin! Aku tak perlu meragukannya. Dia teman baikku yg kupunya. Tapi bagaimana dengan luka di area leher ini?? Ah, pertanyaan demi pertanyaan terus menggema di otakku semakin membuatku bingung dan pusing. Astaga! Aku sama sekali  tak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi.

Kringggg...

BERSAMBUNG...