Sinopsis :
Semua berawal ketika mereka iseng-iseng adu nyali di sebuah rumah angker. Tanpa mereka tahu, petaka sudah menunggu mereka di dalam sana. Apakah mereka bisa selamat atau malah berakhir tragis?
Penulis Cerita : Michan Toby
SEMUA PART TERSEDIA
Sehabis dari penjual tukang bakso Mas Aji mengajakku pergi untuk menemui seseorang. Seorang teman lama yg kemungkinan besar temannya ini bisa membantuku menyelesaikan masalah yg sedang kuhadapi. Dalam diam mataku mencuri-curi pandang ke arahnya yg ada di balik kemudi. Ntah kenapa ada sebuah perasaan lega saat aku bersamanya.
"Oh ya Cha, ngomong-ngomong leher kamu kenapa?" Mas Aji melirikku.
Membuatku sedikit tersentak. Sehingga kata yg keluar dari mulutku hanya kata,
"Hah?!" Aku benar-benar merasa terpergok mencuri-curi pandang ke arahnya. Seperti seorang maling yg ketahuan oleh sang empunya.
"Kok hah sih! Itu leher kamu kenapa bisa seperti itu? Coba kamu lihat tuh dikaca."
Ku amati bayanganku di kaca depan. Luka itu? Bukannya itu luka yg kudapatkan tempo hari akibat mimpi. Tapi kenapa lukanya melepuh seperti kena api.
"Emang kamu habis ngapain, Cha. Bisa ampe melepuh gituh?"
"Akh gak papa kok mas. Ntar juga palingan sembuh," gumamku. Lalu menutupi luka itu dengan rambutku yg tergerai.
Sepanjang perjalanan ini tak ada lagi obrolan antara aku dan Mas Aji. Kami terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Toh, aku juga tidak tahu mesti bicara tentang apa. Yang ada diotakku sekarang adalah mengenai luka ini. Padahal pas sebelum berangkat tadi, leherku tidak apa-apa. Dan sekarang? Ah ntahlah benar-benar aneh!
"Udahh sampai Cha. Ayo turun!
Mobil Mas Aji berhenti di depan sebuah rumah. Sebuah rumah sederhana namun cukup asri. Berbagai bunga dan tanaman berjejer dalam pot. Dan ada beberapa pepohonan di pekarangan yg membuat udara cukup sejuk disini.
"Ehem!" Mas Aji berdehem hingga seseorang yg sedang sibuk merawat tanaman-tanaman miliknya menoleh ke arah kami.
"Aji?!" Ibu itu tersenyum sumringah saat melihat laki-laki di depannya. Mas Aji mengamit lengan ibu itu untuk menyalaminya. Aku pun melakukan hal yg sama, sebagai penghormatan dan adab sopan-santun.
"Gimana kabarnya,Bu?
"Alhamdulillah baik, Ji. Kamu sendiri gimana?"
"Baik juga, Bu. Oh ya, kenalin ini teman Aji. Namanya Ocha," gumam Mas Aji memperkenalkanku. "Oh ya, Tantri mana, Bu?"
"Tantri ada didalam. Ayo masuk dulu, nak. Biar ibu panggilkan," gumamnya. Lalu kami pun mengekorinya di belakang.
Kami memasuki rumah itu lalu duduk di atas sofa. Sementara ibu itu pergi kebelakang. Tak lama seorang seorang perempuan muncul dan duduk bersama kami. Wanita itu memiliki paras yg cukup cantik dengan rambut lurus sebahu.
"Tumben Mas AJi kemari. Hayoo, Pasti ada maunya nih!!" Ucapnya di iringi nada tawa.
"Akh kamu ini bisa aja, Tri!" Ucap Mas Aji.
Perempuan yg bernama Tantri itu melirikku "Btw, ini siapa mas?" Tanyanya penasaran.
"Ini Ocha. Temannya sepupu mas!"
"Halo mbak saya Ocha," kataku memperkenalkan diri. Tapi wanita itu mlah tertawa dan membuatku bingung.
"Jangan panggil mbak dong. Jadi berasa tua. Panggil aja Tantri, biar akrab," ucapnya membuatku tersenyum kikuk.
"Maskud kedatangan Mas kemari, mau minta pertolongan kamu, Tri!
"Minta tolong apa?" Tanyanya menatap bingung.
"Kamu bisakan menangani hantu?"
Tantri menautkan kedua alisnya,
"Hantu?!" beonya. Lalu tiba-tiba ia tertawa.
"Sejak kapan mas percaya yg begituan?" sambungnya di iringi nada tawanya yg begitu renyah.
Tak lama kemudian ibu yg tadi muncul membawa minuman diatas nampan,
"Kamu itu Tri kalo ketawa keras amat. Gak ada anggun-anggunya sekali sebagai perempuan. Ah maaf nak, Silahkan diminum," gumamnya meletakkan 2 gelas minuman dan kue-kue kecil di atas meja.
"Terima kasih, Bu" ucapku. Lalu beliau pun pergi meninggalkan kami untuk mengobrol.
"Oke deh. Jadi apa yg bisa Tantri bantu buat mas." Tanyanya mulai serius.
"Biar jelas, Ocha aja yg cerita," gumamnya melirikku.
Karena sudah dipersilahkan, aku pun bercerita tanpa ada yg kulewatkan. Semua ku ceritakan sejelas-jelasnya. "Begitulah ceritanya," ucapku mengakhirinya.
Tantri diam sejenak seolah berpikir.
"Eumm, Dari cerita yg kudengar. Sebaiknya kamu berhati-hati dengan teman kamu ini yg bernama Rida. Setelah teman kamu yg celaka. Ada kemungkinan besar kamu yg akan menjadi target berikutnya," jelasnya.
"Jadi kamu menuduh temanku . Kamu jangan sembarangan. Rida itu baik. Tidak mungkin dia menyakiti, apalagi aku temannya," jujur aku tak terima jika ia menuduh Rida.
"Sabar dulu Cha. Kita dengerin dulu," Mas Aji coba meredam emosiku.
"Abis bicaranya sembarangan. Aku dan Rida sudah berteman sejak SMP. Aku tahu gimana dia. Dia gak mungkin ngelakuin hal ini." Belaku.
"Kalau kamu tidak percaya ya gak papa. Tapi aku yakin dia akan segera menemuimu. Dan luka yg ada di lehermu ini. Kenapa kamu berpikir kalau itu mimpi. Bagaimana kalo itu benar, bahwa teman kamulah yg melakukan ini. Kamu tahu, lama kelamaan luka di kulit lehermu akan membusuk," Jelasnya.
Aku bergindik ngeri. "Membusuk? Maksud kamu apa?" Mendadak bulu kudukku meremang saat ia mengatakan itu. Apakah dia sedang menakut-nakutiku?
"Ini bukan luka biasa. Kalau ini akibat goresan kuku biasa. Tidak akan menjadi seperti ini. Lihat kulitnya melepuh. Tadinya tidak seperti ini kan?"
"Memang tidak! Tapi Rida gak mungkin lakuin semua ini," ucapku sedikit frustasi. Disisi lain aku tak ingin mempercayai kata-katanya. Namun disisi lain hatiku malah bilang 'iya'.
"Teman kamu itu sedang ketempelan setan. Kamu percaya atau tidak itu terserah kamu,"
Aku menghela nafas berat. "Terus apa ada cara untuk menghentikan semua ini?" Tanyaku.
"Hanya ada satu cara,"dia terdiam sejenak menggantung kalimatnya.
"Apa itu?" Tanyaku penasaran.
"Kita balik lagi kerumah itu. Kita cari ruangan pemujaannya. Terus kita hancurkan dan kita bakar wadah/benda yg menjadi tempat tinggalnya."
BERSAMBUNG...